28/09/15

Solo Trip ke Jawa Timur (Preambule)

Sepatu saja ada pasangannya
"Sendirian?"

Pertanyaan itu tidak hanya terlontar dari satu-dua orang. Sepertinya hampir semua orang yang mengetahui perjalananku kali ini menanyakan hal serupa. Selain konten, nada pertanyaannya pun nyaris sama: heran.


Hey, ini bukan perjalanan soloku yang pertama, tahu. Dua tahun lalu aku pernah melakukannya. Bahkan di luar negeri. Pun, itu pertama kalinya aku ke luar negeri, jadi masih norak-norak gimana gitu hehehe.

Setelah pengalaman pertama aku melakukan backpacking dua tahun lalu itu (well, sebenarnya aku tidak pakai backpack. Aku bahkan menggeret-geret koper. Aku menggunakan term itu karena perjalananku berbudget minim), aku jadi ketagihan. Beberapa kali melakukan perjalanan bersama orang yang berbeda-beda setelahnya. Namun, kali ini aku ingin sendiri lagi.

"Sudah terlalu lama sendiri, sudah terlalu lama aku asyik sendiri..." jawabku mengutip sebuah lagu. Jawaban itu tentunya direspon dengan tawa oleh lawan bicaraku. Sial. Tapi aku juga ikut tertawa.

Sebagian dari mereka yang menanyakan pertanyaan seperti yang kutulis di awal tulisan ini meneruskannya dengan pertanyaan lain yang kurang lebih begini: "kok berani sih?", "emang enak?", "gak takut?", "gak bosen apa?", "dibolehin lo?". Orang-orang jenis ini biasanya adalah mereka yang sudah lama tidak berinteraksi denganku. Atau yang tidak dekat. Atau bahkan baru kenal denganku.

Sementara itu, sebagian lainnya, yang kebanyakan adalah orang-orang yang sudah cukup tahu banyak tentangku (dan sisanya mungkin mereka yang tidak peduli lagi wkwk), hanya tertawa kecil sambil menggeleng-geleng kepala.

Bagi sebagian orang, melakukan perjalanan sendiri mungkin terasa tidak menyenangkan. Sepi, bingung mau ngobrol sama siapa. Alasan lainnya adalah alasan keamanan. Berjalan dengan orang yang bisa melindungi kita tentunya akan membuat kita merasa lebih aman. Sebagian lain mungkin melandaskan pendapatnya dari ajaran agama. Perempuan kalau bepergian harus dengan mahramnya. Ah, aku tidak bisa bicara apa-apa lagi kalau sudah diceramahi begitu. Paling hanya bisa cengir kuda.

Aku bukan orang yang tidak suka bepergian dengan orang lain. Bahkan, dari sekian perjalanan yang pernah kulakukan (yah, meski aku bukan seorang traveler banget yang tiap akhir pekan hinggap di mana-mana sih), mayoritas kulakukan bersama orang lain, baik keluarga maupun teman. Seingatku, perjalanan soloku ini baru yang kedua, atau puluhan bulan setelah perjalanan soloku yang pertama di Thailand-Malaysia.

Aku juga bukan tidak mau bepergian dengan orang lain. Ada teman yang bisa diajak diskusi, saling tukar informasi, saling mengingatkan, saling melindungi, dan saling saling lainnya, itu menyenangkan. Aku juga mau begitu. Masalahnya adalah: siapa yang bisa selalu menjadi teman perjalananku? :p #kodeterbuka. Tidak jarang aku mendapati jawaban "Yaah, lagi ga bisa Mel.." ketika aku mengajak orang lain. Atau sebaliknya. Ketika aku diajak, aku yang sedang tidak bisa hehe. Akhirnya, banyak dari rencana perjalananku yang tidak bisa terealisasi. Sisanya, termasuk yang kali ini, mau tidak mau kuwujudkan sendiri.

Takut, cemas, ragu, pastinya ada. Bagaimana kalau nanti aku begini.. bagaimana kalau nanti ada itu.. Berbagai 'bagaimana kalau' muncul di pikiran. Tapi bagusnya, si 'bagaimana kalau'-'bagaimana kalau' itu justru membantuku buat melakukan antisipasi. Si 'bagaimana kalau nanti aku nyasar' dan 'bagaimana kalau nanti aku dijahati orang' membuatku rajin-rajin cari informasi. Mulai dari cerita perjalanan orang lain, tips-tips perjalanan, sampai tentang rute angkutan umum dan bahkan kalau bisa map nya juga suka aku kepoin. Untungnya aku memang suka menjelajah juga di dunia maya. Jadi, meskipun aku tidak punya rencana pergi dalam waktu dekat, aku tetap menambah wawasanku tentang hal-hal tersebut.

Ketika aku melakukan solo trip pertamaku, aku menghabiskan banyak sekali waktu untuk mencari berbagai informasi. Namun di kali kedua ini, karena keterbatasan waktu #alasan, aku hanya mengandalkan trust pada orang-orang yang akan kutemui di perjalanan nanti. Haha agak nekat sih, tapi entah kenapa aku yakin itu cukup bisa diandalkan karena hobiku meng-kepo selama ini (ya, meskipun aku nggak hendak pergi, aku memang suka sekali baca-baca tentang perjalanan) sepertinya cukup membantuku memiliki pundi-pundi informasi #sombong. Selain itu, komunitas yang kuikuti juga membuatku merasa bisa agak 'manja', dalam artian 'merepotkan' teman-teman di sana. Heuheuheu

Kendati secara umum menyenangkan, aku bukan tidak pernah merasa bosan, garing, bingung, dan sebagainya selama menjalani perjalanan solo. Apalagi kalau keacuhanku sedang kumat. Mau menyapa orang baru, malas. Tapi lama-lama bete juga. Hahaha

Tapi justru dengan begitu, aku jadi 'terpaksa' berinteraksi dengan orang baru. 'Terpaksa' senyum, menyapa, juga beramah tamah. Akhirnya, biasanya sih aku jadi enjoy hehehehe. Bahkan nggak jarang aku jadi amazed sama orang-orang yang baru kukenal itu. Pun sama informasi-informasi yang baru kali itu aku tahu. Contohnya ketika aku bertemu dengan seorang pria berusia mendekati separuh abad yang ke Gunung Rinjani sudah seperti main ke taman belakang rumah. Sendirian. Berkali-kali pun. Hadeuh, aku sekali aja belum pernah. Dan aku nggak pernah kepikiran untuk mendaki gunung sendirian. Siang harinya, aku bermain dengan sekelompok pemuda yang mencintai lingkungan tanpa kata. Mereka langsung bertindak membersihkan 'hasil karya' orang lain yang tidak pada tempatnya. Singkat kata, aku jadi merasa nggak kesepian dalam upaya untuk mencintai alam ini. Bahkan, ah, aku mah apa atuh dibanding mereka..

Perjalananku kali ini memang tidak sampai seminggu. Diawali dengan acara kondangan ke pernikahan salah satu sahabatku. Aku memang sudah sejak lama berkeinginan untuk menghadiri pernikahan sahabat-sahabatku, dimanapun mereka berada. Alasannya, selain karena pernikahan itu penting dan sahabat itu penting sehingga pernikahan sahabat itu penting kuadrat #halah, aku juga jadi bisa sekalian jalan-jalan kalau tempatnya jauh :p hehehe. Sahabatku yang menikah di kampung halamannya di Ponorogo ini menjadi yang pertama.

Namun, berhubung aku pasti tidak bisa menambah keriweuhan sahabatku yang menikah ini dengan acara jalan-jalanku, aku mencari teman-teman lain yang bersedia menjadi host di sesi jalan-jalanku setelah kondangan. Pertama, aku menghubungi teman yang berasal dari Ponorogo. Sayangnya dia sekarang berdomisili di Sidoarjo karena pekerjaannya. Lebih parahnya lagi, dia tidak ada jadwal kosong di pekan itu :'( Oke, alternatif lain. Aku menghubungi teman-teman yang tinggal di kota-kota lain di Jawa Timur. Setelah tanya sana-sini, aku mendapatkan kontak teman SMA-ku yang masih tinggal di Malang karena belum wisuda. Setelah basa-basi dikit karena sudah empat tahun tidak saling kontak, alhamdulillah dia meng-oke-kan untuk memberi tumpangan padaku selama dua malam. Yes. Tentang di sana mau kemana dan ngapain aja, aku padanya lah ya. Hihihi. Aku nggak ada target apapun di Malang. Mau diajak jalan-jalan sampai Batu ayok aja, mau 'sekadar' nongkrong-nongkrong cantik di warung kopi dekat kosannya pun gak apa-apa. Toh aku belum pernah ke Malang, dan aku bukan tipe orang yang mengejar tempat-tempat wisata 'mainstream'. Bagiku, mengunjungi tempat yang baru saja sudah merupakan sebuah perjalanan, karena kan tandanya aku sudah berpindah tempat alias 'berjalan', kan? Wkwkwk.

Travelling is not about the destination. It's about the journey

Tidak penting kemana, dan tidak terlalu penting bersama siapa (aku oke aja jalan sendiri atau bersama orang lain), yang penting bagiku adalah perjalanan itu sendiri. Lebih penting lagi, pemaknaan atas perjalanan itu. Bagaimana perjalanan itu memberikanku pemahaman baru, baik mengenai diriku sendiri maupun apa yang ada di luar diriku, itulah yang aku cari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar