02/10/15

Pernikahan yang Tak Biasa

Ups! Salah kostum. Aku jadi pengen menggetok-getokkan kepala ke bantal #lah

Sebenarnya, sahabatku yang menjadi mempelai wanita pada hajatan yang kuhadiri ini sudah memberitahuku, adat pernikahannya berbeda dengan adat yang umum di daerah kampus kami, termasuk rumahku, yang masih di sekitar Jabodetabek. Tidak ada prasmanan, katanya. Oke, berarti mirip seperti adat di daerah kampung halaman ibuku, kataku.

Sayangnya, sudah tahu begitu, aku masih tidak ngeh juga dengan dress code-nya. Adat pernikahan yang digunakan temanku itu mencerminkan bahwa rumahnya memang bukan berada di pusat kota, karena adat pernikahan orang-orang di kota umumnya sudah seperti adat pernikahan di sekitar rumahku juga. Pun, sahabatku ini sudah pernah memberi tahuku bahwa rumahnya memang di desa.

Tapi sepertinya aku kerasukan hantu norak.

Untuk kondangan di tempat sahabatku ini, aku malah menyiapkan baju yang bling-bling (-.-"). Untuk pakaian, aksesori beserta tas pesta dan sepatunya, hampir sepertiga ruang dalam backpack 40L ku tersita. Akhirnya, gamis berwarna ngejreng itu tidak jadi aku pakai, dan artinya aku menyia-nyiakan ruang dalam backpackku, yang telah membuatku terlihat seperti hendak naik gunung. Huuuuft. Padahal aku nggak mau banget jadi pejalan rempong yang boros tenaga, waktu, dan uang >.< sehingga sebisa mungkin aku harus efisien dalam hal-hal tersebut. Ruang dalam backpackku itu seharusnya bisa membuatku lebih hemat tenaga jika kukosongkan saja, hemat waktu karena tidak perlu ribet menyempilkan barang di sana-sini, dan hemat uang kalau aku bisa menggunakan ruang itu untuk membawa air minum, misalnya. Ya, ruang dalam backpack memang se-penting itu.

Well, kita lewati saja ya pembahasan tentang packing-ku yang buruk itu. Yang penting aku bisa menghadiri pernikahan sahabatku :) yeaaaayyyy!! Tapi aku tidak sempat lihat akad nikahnya karena aku masih on the way :"(

Adat pernikahan yang kumaksud berbeda dengan adat di kota-kota khususnya kulihat pada saat resepsi (ya iyalah, aku kan tidak melihat akadnya -,-").

Aku datang ketika jeda waktu antara akad nikah dan resepsi. Pada saat itu, mempelai pria dan keluarganya tidak ada di lokasi. Mereka kembali ke rumah mereka setelah akad (untungnya masih satu kabupaten ya, jadi gak jauh-jauh amat wkwk) sebelum nanti datang lagi ke rumah si mempelai wanita untuk acara resepsi. Jadi, si mempelai pria dan keluarganya ini didandani di rumahnya sendiri. Begitu pula dengan mempelai wanita. Aku datang ketika sahabatku dan para among tamu dkk sedang didandani. *fyi, make up-nya bagus banget lho. Aku yang buta tentang make up saja amazed melihatnya. Trus tetiba punya pikiran "Ih wanita Jawa cantik-cantik ya" hehehehe (mentang-mentang aku sendiri Jawa trus pengen disamain dengan mereka yang cantik-cantik hihihi). Di saat yang sama, aku pun mendandani diriku dulu setelah perjalanan hampir delapan belas jam dengan bus. Tapi yaah seperti yang kubilang tentang ke-newbie-anku dalam ber-make up tadi, aku yang sudah rempong-rempong bawa pakaian (yang tidak jadi aku pakai itu) justru tidak membawa alat make up. Hahaha. Untung temannya sahabatku berkenan meminjamkan eye liner-nya. Lumayan lah ya wkwk.

Acara resepsi dimulai dengan acara keluarnya pengantin wanita beserta 'dayang-dayang' dan orang tuanya dari rumah menuju pelaminan di halaman depan rumahnya. Beberapa saat kemudian, rombongan pengantin pria datang. Ketika rombongan tersebut sudah tampak di ujung jalan, pihak mempelai wanita menyambutnya di luar gerbang rumah. Kemudian, kedua pihak ini pun bertemu #tsaaah yang disebut jemuk. Setelah pengantin ini berhadapan, ritual-ritual selanjutnya dilakukan. Ada ritual dimana pengantin wanita berjalan mengitari pengantin pria. Tiga putaran kalau tidak salah. Ada pula ritual pengantin wanita membasuh kaki pengantin pria, lalu makan dan minum disuapi oleh orang tua pengantin wanita, berjalan bersama menuju pelaminan dimana ayah pengantin wanita memegang ujung kain panjang yang dilingkarkan ke sepasang pengantin ini, sungkeman, kacar-kucur, dan sebagainya yang bisa kamu browsing sendiri jika mau kepo lebih lanjut hehe. Ritual-ritual ini sebenarnya sudah tidak asing di mataku, karena beberapa pernikahan yang pernah kuhadiri di kota, termasuk pernikahan kakakku sendiri, menggunakan prosesi adat semacam ini.

Yang bagiku berbeda justru berkaitan dengan tamu-tamunya.

Pada acara pernikahan yang biasanya kuhadiri, tamu bisa datang kapan saja selama range waktu yang tertera di undangan. Untuk yang acaranya di gedung mungkin lebih terbatas waktunya, tetapi tetap saja tamu bisa datang mepet di akhir waktu yang tersedia (dengan risiko sudah kehabisan menu-menu maknyus yang telah diburu tamu-tamu sebelumnya sih). Untuk yang acaranya di rumah, biasanya waktunya lebih panjang lagi. Jadi, mungkin saja sesama tamu tidak bertemu karena datang di waktu yang berbeda.

Sementara itu, pada acara pernikahan sahabatku ini, para tamu hadir di waktu yang bersamaan. Acara dimulai jam 1 siang, ya jam segitu lah semua tamu datang. Para tamu tersebut menyaksikan setiap rangkaian acara yang ada, seperti yang sedikit kusebutkan tadi.

Selain itu, biasanya kalau aku kondangan, hidangan untuk para tamu disajikan secara prasmanan. Tamu datang, salaman dengan si empunya hajat, santap hidangan yang dia inginkan (bahkan sampai antri untuk mendapatkan makanan incaran), (terkadang) salaman lagi disertai foto bersama pengantin, lalu pulang. Berbeda dengan di acara pernikahan sahabatku ini. Di sini, tamu hanya datang, duduk di bangku yang sudah disediakan (pastinya banyak sekali sesuai dengan jumlah tamunya), menyimak acara demi acara, menyantap hidangan yang diberikan oleh panitia (jadi tidak perlu berjalan kemana-mana), kemudian setelah acara selesai baru bersalaman dengan pengantin sebelum melangkah pulang.

Sebenarnya aku tidak terlalu asing dengan adat seperti ini, karena mamaku pernah bercerita pengalamannya sebagai 'pramusaji' di kampungnya di kabupaten Bantul ketika masih gadis dulu. Namun, tetap saja menyaksikannya langsung yang baru pertama kali ini merupakan momen yang kece buatku. Apalagi, bagi temannya sahabatku (sama-sama datang dari jauh sepertiku) yang mengaku baru kali ini dia tahu ada adat semacam itu. Mahasiswi profesi apoteker di kampus yang sama denganku ini memang lahir dan besar di Jakarta, dengan orang tua yang juga orang Betawi.

Sore hari, acara sudah beres. Para tamu sudah pulang. Tinggallah panitia sibuk membereskan semuanya. Senja hari itu, aku dan sahabatku sudah punya kesempatan mengobrol. Sembari mengobrol, berbagai penganan yang maknyus disajikan pada kami, termasuk sate khas Ponorogo. Meski sudah kenyang, tapi mulut dan tanganku tak kuasa menolak xp

Walaupun tidak banyak waktu yang kami habiskan bersama, tapi aku senang sekali bisa menghadiri pernikahannya.

Baarakallaahu laka wa baaraka 'alaika wa jama'a baynakumaa fii khair
Semoga Allah memberikan berkah kepadamu, semoga Allah mencurahkan keberkahan kepadamu. Dan semoga Allah mempersatukan kalian berdua dalam kebaikan.
Aamiin

2 komentar:

  1. Amieeeeeeeeeeennnnnnnnn
    Satenya enak ikuu mb...

    Salam kenal mb....

    BalasHapus
  2. Salam kenal juga Mba Fitri :)

    Iyaaaa enak bangeeet :D

    BalasHapus